Sabtu, 07 Juli 2007

Keluarga Harmonis

Di saat berada di kantor sebuah institusi pendidikan tempat dia bekerja, seorang istri dan ibu dua anaknya tak henti-hentinya mengeluhkan tentang suami dan anak-anaknya kepada siapa saja yang mendekatinya. Keluh kesahnya seakan menggambarkan keadaan keluarganya yang porak poranda. Raut wajahnya menyiratkan beban psikologis yang begitu berat. Untaian kata-kata yang keluar dari sepasang bibir mungilnya mengekspresikan jiwa yang tersiksa.
Memiliki keluarga yang harmonis adalah merupakan idaman bagi setiap pasangan suami istri, calon suami istri, sepasang kekasih, bahkah seorang “jomblo” sekalipun. Begitu indahnya kata harmonis itu, sehingga setiap insan laki-laki dan perempuan tak pernah berhenti membayangkannya.
Gambaran dan lukisan sebuah keluarga harmonis selalu nampak jelas terpampang dalam setiap angan dan lamunan. Hingga tercipta suatu kesimpulan dangkal atas mudahnya dan sederhananya membangun sebuah keluarga yang harmonis.
Namun, membangun sebuah keluarga harmonis tidaklah cukup dengan hanya mengangankan dan melamunkannya serta merintisnya di alam khayal. Membangun keluarga harmonis adalah sebuah perjuangan yang benar-benar nyata di alam nyata. Oleh karena itu, usaha-usaha nyata yang menjurus kearah terciptanya sebuah bangunan keluarga harmonis harus dilakukan secara terus menerus oleh individu-individu yang terlibat di dalamnya, khususnya suami dan istri sebagai pemeran utama dan sekaligus sang sutradara.
Keluarga harmonis adalah sebuah tatanan keluarga yang mengedepankan adanya keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara hak dan kewajiban antara suami dan istri serta anggota keluarga lainnya. Untuk mencapai keseimbangan, keselarasan dan keserasian tersebut dibutuhkan pikiran, sikap dan perilaku yang sangat bijaksana dari kepala dan segenap anggota keluarga. Karena pada dasarnya keseimbangan, keselarasan dan keserasian hak dan kewajiban itu tidak memiliki ukuran yang baku dan sempurna. Sehingga keseimbangan tidak pernah benar-benar seimbang. Keselarasan tidak pernah benar-benar selaras. Dan keserasian tidak benar-benar serasi.
Atas dasar itulah, maka suami dan istri harus membangun suatu definisi yang sama bahwa keluarga harmonis itu merupakan label perjuangan dan pengorbanan yang wajib ditumbuhsuburkan di setiap jengkal wilayah kehidupan keluarga dan di setiap kesempatan.
Sebagai pemangku wilayah masyarakat terkecil (keluarga), seorang suami dan seorang istri memiliki kekuasaan yang absolut bagi proses pembentukan dan pembangunan serta penentuan wujud sebuah bangunan keluarga. Begitu besarnya fungsi dan peranan suami-istri, sehingga apapun yang mereka pikirkan, sikapkan dan ekspresikan akan berdampak dan memberikan bentuk tertentu pada sebuah keluarga. Oleh karena itu, mereka dituntut agar selalu menjadi kompilasi (keterpaduan) yang sempurna dalam setiap sikap, langkah dan wicara. Keterpaduan dan memadukan berbagai potensi yang dimiliki oleh seorang suami dan istri akan dapat mengobarkan sinergi yang dahsyat untuk membentuk dan membangun serta memperindah sebuah bangunan keluarga. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka suami-istri harus mampu dan memilki interest serta mengindahkan beberapa hal.
Kemapanan Keimanan
Penanaman pemahaman dan pengembangan nilai-nilai spritual yang bersumber pada nilai-nilai agamis (religius) wajib terus menerus digegapgempitakan pada setiap kesempatan. Aroma spiritual religius harus selalu disemprotkan ke setiap penjuru rumah agar tercipta suatu kekuatan (power) yang dahsyat dalam rangka mendasari setiap aktifitas kehidupan keluarga.
Pembangunan sebuah keluarga harmonis adalah merupakan perintah Tuhan dan segala sesuatu yang ada dan terjadi di dalamnya adalah suatu kepastian yang dikehendaki oleh Tuhan, sebagaimana rejeki, jodoh dan mati hanya milik Allah. Kepemilikan kemapanan keimanan atas kesutradaraan Allah terhadap skenario jalan ceritanya sebuah keluarga yang dipentaskan di atas panggung sebuah keluarga merupakan hidayah dari Allah yang tidak serta merta dihadirkan kepada sebuah keluarga. Namun itu adalah hadiah (reward) sebagai imbalan dari sebuah usaha (perjuangan dan pengorbanan) yang telah dilakukan oleh sebuah komunitas keluarga. Dengan demikian maka individu di dalam keluarga harus berani merasakan dan mengakui serta meyakini baik secara batiniah maupun perkataan dan perilaku bahwa segala sesuatu yang ada dan terjadi di dalam keluarga adalah merupakan kehendak dan tidak akan pernah lepas dari penglihatan Sang Khaliq.
Sehingga kekayaan dan kemiskinan, kesehatan dan rasa sakit, kebahagiaan dan kesedihan, ketentraman dan ketakutan dan sebagainya yang mungkin menghiasi dinding-dinding keluarga bukan merupakan keadaan yang patut untuk diributkan atau dipertentangkan, ditakuti atau dirisaukan. Namun itu semua harus disyukuri sebagai rahmat dan anugerah Illahi. Serta seyogyanya dapat dikaji dan didiskusikan bersama dengan sikap arif bijaksana atas penyebab semua itu dan dilakukan langkah-langkah yang proporsional sebagai wujud ikhtiar.
Saling Menghargai
Perjuangan untuk meraih predikat keluarga harmonis tidak hanya dibangun dari kekayaan dan penampilan fisik. Bahkan kedua hal itu hanya merupakan pelengkap/pendukung. Kedua unsur tersebut tidak boleh dijadikan fondasi mutlak dalam pembangunan sebuah keluarga. Bila kedua hal tersebut dianggap sebagai sesuatu yang mutlak harus dipenuhi, maka pembangunan sebuah keluarga harmonis bisa mengalami pembiasan dan tidak akan mencapai tujuannya. Banyak contoh yang terjadi di masyarakat luas, lebih-lebih pada komunitas artis yang banyak mengambil langkah kawin-cerai. Penyebabnya tentu bukan masalah materi. Karena mereka dapat dipastikan memiliki kekayaan yang berlimpah. Tentu juga bukan karena penampilan fisik. Karena pada umumnya mereka tampan dan cantik.
Maka dapat dipastikan bahwa masalah yang terjadi disebabkan oleh sikap dan perasaan yang tidak dibina secara proporsional. Sikap dan perasaan adalah dua faktor yang sangat krusial dan fundamental. Sikap dan perasaan tertentu seyogyanya diproduksi pada waktu dengan kondisi dan situasi tertentu guna memberikan kesan membahagikan pasangan. Edgar Dale dalam bukunya “The Way Of Thinking Big” mencontohkan : “Saya suka apel, tapi kalau saya memancing saya menggunakan cacing”. Inilah sebuah contoh bahwa untuk membahagiakan pasangan atau siapapun yang ada di dalam keluarga seseorang harus melakukan perjuangan dan pengorbanan dengan sikap ikhlas menggugurkan keinginannya. Seorang suami yang sangat menggemari bakso mengurungkan niatnya memasuki kedei bakso karena sang istri ingin makan tahu campur. Sebaliknya seorang istri yang membenci Tukul harus ikhlas menonton Empat Mata karena sang suami gemar melihatnya. Itu contoh sebuah pengorbanan yang harus tumbuh dan berkembang di dalam keluarga. Hingga pada muaranya akan mengikis habis sikap individualistik dan egois sebagai faktor yang kerap menyulut kehancuran rumah tangga. Dan kemudian diganti dengan sikap saling menyayangi, mengasihi dan menghormati sebagai materi perekat semangat untuk selalu bersinergi membangun keluarga sejahtera dalam sebuah situasi dan kondisi yang harmonis.
Penutup
Keluarga sebagai istana bagi para penghuninya untuk mensyukuri nikmat dan anugerah Illahi harus terus menerus dibina agar selalu dalam keadaan harmonis. Harmonisasi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku serta wicara setiap anggota keluarga wajib dijadikan program keluarga yang tidak boleh sedetikpun dilupakan. Hati dan perasaan harus dijaga. Suara-suara kebenaran dan kebaikan harus selalu diperdengarkan. Hingga tercapai suatu atmosfir segar dan penuh dengan keindahan hakiki keluarga.
Keluarga sebagai tempat bernaung bagi setiap anggotanya harus menjadi Free Zone atau kawasan bebas untuk mengungkapkan setiap perasaan dan keinginan. Sehingga tercipta suatu sikap bijak yang didasari oleh pemahaman atas setiap perasaan dan keinginan yang berkembang pada setiap indidividu. Pemahaman ini akan memunculkan pola pikir dan pola tindak yang saling dipahami oleh setiap individu dan sekaligus mendasri setiap perilaku. Inilah sebuah keindahan yang akan mampu menggelorakan semangat membangun sebuah keluarga yang dipenuhi oleh pernik-pernik tanggung jawab dan kasih sayang sebagai esensi dari citra keluarga yang penuh dengan kedamaian dan kesejahteraan. Itulah wujud dari sebuah keluarga beraroma semilir surgawi yang pantas dihuni oleh setiap keluarga yang mengharap terciptanya “Rumahku Surgaku”, yaitu sebuah bangunan keluarga harmonis paripurna yang diperintahkan oleh Tuhan.
Penulis : Drs. SUYOTO
Praktisi Pendidikan di SMA PGRI 6 KOTA MALANG
Jl. Sudancho Supriyadi No. 48 Kota Malang
Alamat Rumah : Jl. Kepuh Gang Masjid No.14 Kota Malang
No. HP. : 0852 345 13088

Menulis Membentuk Pribadi Sejahtera


  Menulis Membentuk Pribadi Sejahtera

Tak dapat dipungkiri oleh siapapun bahwa menulis bagi sebagian besar orang adalah merupakan kegiatan yang amat sangat sulit untuk dilakukan. Sehingga sedikit sekali orang yang menentukan pilihan sebagai penulis. Bahayanya, hal ini terjadi pada lingkungan/masyarakat pendidikan, seperti Sekolah dan Perguruan Tinggi, yang seharusnya menjadi komunitas pelopor atas bangkit dan berkembangnya kegiatan ini. Ini adalah merupakan fenomena yang harus dicermati oleh para penghuninya agar aktifitas menulis tidak menjadi semakin terkikis dan punah dari komunitas edukatif intelektual tersebut.
Begitu parahnya gairah menulis pada komunitas pendidikan, sampai-sampai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menelorkan Surat Keputusan Nomor: 025/O/1995 yang mengisyaratkan adanya kewajiban guru sebagai tenaga kependidikan yang telah menduduki jabatan fungsional sebagai guru pembina sampai dengan guru utama untuk melaksanakan pengembangan profesi yang berupa kegiatan karya tullis/karya ilmiah di bidang kependidikan. Surat Keputusan tersebut juga sebagai wujud keprihatinan yang mendalam atas rendahnya minat para guru di bidang tulis menulis serta sebagai upaya untuk menumbuhsuburkan kembali gairah menulis, khususnya karya tulis/ilmiah di kalangan para praktisi pendidikan, baik di sekolah-sekolah maupun di perguruan tinggi-perguruan tinggi.
Ya, menulis memang merupakan kegiatan yang sulit. Namun apabila didalami, menulis memiliki dampak yang sangat mendasar bagi sang penulis baik sebagai pribadi, lebih-lebih sebagai makhluk sosial. Menulis dapat mempengaruhi dan menyentuh dimensi spiritual sang penulis. Maka bagi seorang penulis, menulis dapat dirasakan dan dinikmati sebagai rekreasi spiritual, yakni suatu aktifitas kajian yang dapat menumbuhkan kesadaran pribadi atas pentingnya eksploitasi nilai-nilai spiritual dan norma-norma sosial serta kemurnian dan keindahan religius.
Rasa Syukur
Walau tidak berbeda dengan kegiatan lainnya yang merupakan ketrampilan belaka dan untuk mencapai tahapan terampil hanya membutuhkan latihan terus menerus, menulis bagi seorang penulis dimaknai lebih sebagai rahmat dan anugerah Illahi. Rahmat dan anugerah inilah yang memberikan energi dan semangat membara pada diri seorang penulis untuk terus menerus berkarya dalam wujud karya-karya tulisnya.
Sedangkan karya-karya tersebut merupakan perwujudan nyata penghambaannya sekaligus ungkapan rasa syukurnya kepada Sang Khaliq. Atas dasar itulah, sang penulis akan terus berkelana menggali dan mengangkat berbagai tanda-tanda kekuasaan Allah melalui kegiatan penginderaan di alam nyata maupun menyusuri alam imaginasi dan pengembangan penalaran serta logika. Sehingga seorang penulis sejati tidak akan pernah kehabisan stok bahan kajiannya. Karena pasti dia tidak ingin rasa syukurnya berhenti walau hanya sesaat.
Pengendalian Diri
Memilih dan menetapkan pilihan menjadi seorang penulis merupakan sebuah keputusan yang sangat bijaksana bagi setiap individu yang menginginkan setiap desah nafas hidupnya mewangi dan setiap jengkal langkahnya berhias dengan keindahan spiritual serta setiap kehadirannya bermakna dan bermanfaat bagi dirinya dan orang lain dimana saja.
Disadari atau tidak, seiring dengan torehan ujung penanya, seorang penulis akan hanyut dalam irama nyanyian keindahan yang menggema di atas hamparan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan. Semakin jauh memasuki wilayah harmoni kehidupan sebagai penulis, semakin besar dan luas nilai-nilai kebenaran dan kebaikan itu menghunjam ke dalam hati sanubarinya. Nilai-nilai inilah yang kemudian membentuk dan membangun sebuah kepribadian yang lebih indah, lebih bijaksana dan lebih sejahtera.
Keindahan rasa menulis yang dapat dinikmati (diapresiasi) oleh sang penulis berbentuk peningkatan pemahaman terhadap nilai-nilai tersebut. Bahkan lebih dari itu, nilai-nilai kebenaran dan kebaikan tersebut mampu menuntun sang penulis kearah sinkronisasi antara nilai-nilai yang dituangkan kedalam karya-karyanya dengan pikiran, sikap, langkah dan wicaranya. Singkatnya, kegiatan menulis mampu mengikat erat pikiran, sikap, langkah dan wicaranya menyatu dengan aktifitas kesehariannya.
Ikatan inilah kemudian mengembang menjadi format pola pikir dan pola tindak yang semakin hari semakin menyadarkan sang penulis untuk selalu berusaha menyejahterakan pribadinya melalui pengkondisian situasi kebatinan yang sejuk dan menyejukkan orang lain dan tentunya para pembacanya.
Rendah Hati
Sinkronisasi tersebut memilki kemampuan untuk membangun fondasi sebuah sosok pribadi yang dengan sadar memberikan sambutan (welcome) terhadap kehadiran setiap individu lain yang mengekspos beraneka ragam ide, gagasan, perasaan dan sepak terjangnya. Baginya setiap individu memiliki dan membawa nilai-nilai kebaikan dan kebenaran masing-masing yang wajib diapresiasi dan dihormati. Sikap terbuka dan menerima atas siapa dan apapun yang datang menghampiri inderanya memberikan akses yang luas baginya untuk menangkap dan mengadopsi ide, gagasan, perasaan dan sepak terjang serta wawasan orang lain. Dan pasti sikap inilah yang akan mampu memperluas cakrawala wawasannya dalam mengamati setiap wujud dan sumber bahan kajian.
Sikap ini akan mengilhaminya untuk membangun dirinya menjadi sosok yang tidak mudah dan tidak ingin memaksakan kehendaknya terhadap orang lain walau hanya sekedar sebuah pendapat tentang sesuatu hal yang memiliki bobot ringan. Pada muaranya akan memberikan kesan positif, bersahabat, enak diajak bicara yang akan memberikan kenyamanan orang lain untuk menyampaikan buah pikirannya sebagai bahan mentah karya-karyanya.
Progresif
Kepemilikan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan pada berbagai bidang kehidupan pada diri seorang penulis akan menumbuhkan ketajaman indera atas berbagai nilai-nilai dan situasi serta kondisi yang berkembang di lingkungan sekitarnya. Kemudian akan memicu organ logikanya (otak) dan perasaannya untuk terus mengolahnya di dalam tungku intelektualitasnya. Keinginan seorang penulis untuk menawarkan gagasan yang lebih baik dan indah serta menyuguhkan solusi-solusi positif atas berbagai masalah dan ketimpangan yang bermunculan di ruang publik terus mewarnai angan dan pikirannya. Baginya, karya hari ini harus lebih indah dari kemarin. Pikirannya terus tercurahkan kepada produksi karya yang lebih baik di hari-hari mendatang.
Penutup
Keindahan dan kenikmatan aktifitas menulis tidak dapat diingkari hadirnya. Kepemilikan kemampuan menulis akan mengantarkan dan menemani sang penulis ke dalam hamparan situasi psikologis (kejiwaan) yang mampu memantapkan keyakinannya atas pemaknaan penciptaan dirinya oleh Allah sebagai rahmat bagi sesama hidup sebagai pengejawantahan kongkret atas terbangunnya pribadi yang sejahtera dan paripurna.