Menulis Itu Mudah
Judul di atas dapat dipastikan
akan menuai dan mengundang sikap dan respon yang beragam dari banyak orang dari
berbagai macam kalangan, baik para guru, para dosen, para pelajar, para
mahasiswa maupun masyarakat luas. Salah satunya adalah menganggap bahwa sang
penulis sedang mengigau. Respon tersebut tumbuh dan berkembang atas dasar
persepsi dan interpretasi yang salah mengenai aktifitas menulis. Masyarakat
sudah terlanjur dan terjebak oleh pendapat yang mengatakan bahwa menulis itu merupakan
kegiatan sulit dan rumit.
Sikap tersebut sangat disayangkan. Karena akan
selalu menjauhkan setiap anggota masyarakat dari aktifitas menulis. Hal ini
telah menimbulkan dampak yang sangat fatal bagi tumbuhnya gairah menulis. Tentu
saja karena persepsi dan interpretasi yang salah tersebut telah merasuk ke
dalam pikiran dan hati sanubari secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Sikap ini sangat kontraproduktif dengan berbagai usaha kita sebagai bangsa yang
ingin mencapai tujuan perjuangannya, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa,
sebagaimana yang tertera pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Apabila
persepsi dan interpretasi salah itu tumbuh dan berkembang pada diri seorang
guru atau dosen, maka pasti akan meracuni anak didiknya. Bila demikian halnya,
maka kita tidak dapat lagi mengharapkan adanya keinginan menulis di kalangan
para pelajar dan mahasiswa.
Sedangkan
aktifitas ini seharusnya selalu mendapatkan perhatian dan dikembangkan di
setiap jenjang pendidikan, baik Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama,
Sekolah Menengah Atas/Kejuruan, Perguruan Tinggi, maupun di kalangan masyarakat
luas. Pengembangan kegiatan menulis tersebut harus terus menerus digalakkan
seiring dengan kampanye gerakan nasional membaca. Hal ini dikarenakan bahwa
kegiatan menulis merupakan salah satu ketrampilan bahasa, baik bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris dan Bahasa-Bahasa lainnya yang diajarkan di bangku
sekolah.
Bukan Bakat
Padahal
menulis hanya merupakan kegiatan ketrampilan belaka. Kemampuan menulis
seseorang dapat diraih apabila dia terampil. Dan terampilnya seseorang dalam
menulis dapat diraih hanya dengan melatih dirinya setiap waktu. Persepsi dan
interpretasi banyak orang tentang sulitnya menulis lebih dikarenakan oleh sikap
yang tidak sabar dan tidak telaten. Orang menginginkan dapat menulis tanpa
belajar dan berlatih. Mana mungkin hal itu bisa terjadi. Kemampuan menulis
bukan merupakan kemampuan yang bersifat menurun dari orang tua kita. Kemampuan
menulis juga bukan merupakan bakat yang terpendam di dalam hati dan pikiran
kita. Namun kepemilikan kemampuan menulis merupakan wujud dari sebuah usaha
keras dari seseorang yang memiliki keinginan yang sangat kuat dalam kegiatan
menulis. Maka dengan didasari oleh sebuah keinginan untuk dapat menulis,
seseorang dapat memulai berbagai usaha yang mengarah kepada terwujudnya sikap
berlatih menulis. Ini berarti bahwa siapapun dan dari kalangan manapun memiliki
kesempatan yang sama untuk dapat melakukan aktifitas menulis.
Dengan
menyadari bahwa kemampuan menulis harus dirintis dari serentetan kegaiatan
belajar dan belajar, maka seseorang harus menerima sebuah konsep bahwa
perolehan kemampuan menulis adalah
merupakan sebuah proses. Dan seseorang harus melewati serangkaian tahapan dalam
belajar menulis.
Dari Yang Sederhana
Adalah
sebuah sikap yang sangat manusiawi apabila seseorang menginginkan sertiap yang
diinginkannya dapat diraih secara
instan, yaitu dengan cara yang cepat dan mudah dilakukan serta secara langsung
diperoleh hasil yang sebaik-baiknya. Namun tidak semua hal dapat didapat dengan
cara instan. Diantaranya adalah kemampuan menulis dan menuangkan ide, gagasan
dan perasaan. Kepemilikan kemampuan ini harus direngkuh dengan penuh kesabaran
dan ketelatenan serta membutuhkan waktu yang cukup. Hal ini dikarenakan bahwa
menulis merupakan ketrampilan yang harus dilatih secara terus menerus dan
berkelanjutan. Apabila hal itu dilakukan oleh seseorang, maka kemampuan
menulisnya pasti akan memperoleh peningkatan yang signifikan. Dalam artian
bahwa semakin sering berlatih menuangkan ide, gagasan dan perasaan di atas selembar
kertas, seseorang akan menuai ketrampilan menulis yang lebih cepat.
Untuk
mencapai hal itu, seseorang harus
memiliki sikap sabar yang cukup. Yang tidak kalah pentingnya adalah adanya kepemilikan
persepsi dasar yaitu bahwa menulis itu berjalan pada tahapan-tahapan yang harus
dilalui. Ketergesah-gesahan seorang penulis agar segera dapat memiliki
ketrampilan kecepatan menuangkan ide, gagasan dan perasaannya adalah merupakan
masalah yang harus selalu dihindari oleh seorang penulis. Karena pasti akan
dapat menimbulkan stres yang justru akan membunuh hasrat/keingininan seseorang
untuk merajut ketrampilan menulis.
Oleh
karena itu, seorang penulis harus memulai kegiatan menulisnya dengan hal-hal
yang mudah untuk dituangkan dan sederhana untuk dipikirkan, seperti masalah-masalah
yang mungkin muncul dari dalam diri dan lingkungan di sekitar sang penulis
berada.
Sesuatu
Yang Digemari
Berbagai tema dan topik dapat
dicurahkan ke dalam sebuah karya tulis. Dan itu semua dapat ditemukan di dalam
diri dan lingkungan penulis. Karena, sebenarnya di dalam dirinya bersemayam
berlaksa bibit karya yang dapat diangkat ke dalam berbagai karya. Seperti,
kisah cintanya dengan si dia, kemampuannya mencipta dan membaca puisi,
ketrampilannya dalam melipat kertas (origami), kecerdikannya meramal dan
sebagainya. Begitu juga, lingkungan sekitar dimana penulis berada menyimpan
beraneka data mati yang sangat mungkin untuk dihidupkan melalui kegiatan
merangkai kata-kata dan menyusun kalimat-kalimat bermakna. Sebut saja, sampah
dan pemulung, taman dan rerumputan, sungai dan burung pipit, lembah dan ngarai,
gunung dan burung-burung dan sebagainya. Namun, penulis harus memilih
tema/topik yang sangat digemari. Karena sesuatu yang digemari biasanya melekat
di dalam diri dan pikirannya. Dan sesuatu yang dekat, secara psikologi akan
dapat dicurahkan denga mudah dan lancar. Kemudahan dan kelancaran dalam
mencurahkan berbagai ide dan gagasan serta perasaan akan senantiasa menimbulkan
dan meningkatkan semangat untuk menciptakan karya.
Tidak
Mudah Putus Asa
Menulis bagaikan angin yang
berhembus. Kadang keras sekeras badai. Kadang lembut membelai rasa. Dan kadang
tidak bergerak sama sekali. Begitulah, aktifitas menulis. Kelancarannya senantiasa
mengalami stagnasi, naik dan turun. Ada masanya seorang
penulis sangat bersemangat karena kata-kata dan kalimat-kalimat mengucur deras.
Tidak jarang tersendat-sendat. Bahkan ide, gagasan dan perasaannya menyingkir
entah kemana.
Stagnasi dalam menulis adalah hal
yang biasa terjadi. Sehingga seorang penulis tidak boleh menganggapnya sebagai
suatu kegagalan. Karena itu bukan suatu kegagalan. Tapi hanya merupakan
dinamika dalam menulis. Fenomena tersebut sangat dipengaruhi oleh situasi
kejiwaan yang sedang berkembang di dalam diri sang penulis. Sehingga ungkapan
“putus asa” harus dieliminasi dari kamus seorang penulis.
Siap
Perekam
Kadang penulis tidak perlu
mencari-cari materi. Juga tidak butuh mengeksplorasi daya imaginasinya. Karena
tanpa disadari olehnya sebuah inspirasi datangmelintas dan menghampiri organ logika dan perasaannya
secara tiba-tiba dan berada di luar kesadarannya. Sebegitu cepat lintasannya,
sehingga cepat menghilang dari organ logikanya. Apabila tidak segera direkam
dalam bentuk catatan maupun perekam suara, maka inspirasi tersebut akan sangat
sulit untuk diingat kembali. Bahkan akan lenyap tanpa bekas. Jika ini terjadi,
maka sebuah kerugian bagi seorang penulis. Menyadari nahwa hal itu akan sering
terjadi, maka harus selalu disiapkan alat tulis dan alat perekan suara yang
akan dapat digunakan untuk mendokumentasikan inspirasi tersebut.
Peka
Pada Situasi
Agar seorang penulis dapat terus
berkarya, dia harus senantiasa menajamkan kepekaannya terhadap perasaan dan
daya imajinasinya serta berbagai fenomena dan situasi yang berkembang di
lingkungan sekitarnya. Kepekaan itu sangat dibutuhkan agar penulis dapat
menangkap data-data liar yang berserakan di sekitarnya. Walau sekecil apapun.