Kamis, 25 Juli 2013

Menulis Hidupkan Hidup


Menulis
Hidupkan Hidup

               Kehadiran seseorang di dalam wilayah dunia menulis dan atau sebaliknya kehadiran hasrat aktifitas menulis di dalam diri seseorang pasti akan mengubah sifat dan sikap dasar yang menjadi esensi bagi eksistensi dirinya. Keberadaan janin menulis akan membangkitkan semangat dan sinergi serta gairah baru dalam memanfaatkan setiap desah nafasnya, memaknai setiap jengkal langkahnya, merasakan setiap sentuhan jemarinya, merekam setiap tatapan mata dan pendengarannya dan mengekspresikan setiap perasaan dan imaginasi serta logikanya. Pengordinasian setiap bagian tubuh menjadi semakin tumbuh serasi dan terpadu hingga menimbulkan suatu harmoni.  Pemobilisasian setiap potensi yang bersarang di setiap sudut fisik dan begitu juga pada sudut spiritual (kejiwaan) semakin berkembang menjadi kekuatan (power) diri dalam mengekspresikan talenta menulisnya dalam wujud karya-karya tulisnya.
               Hal ini dikarenakan bahwa aktifitas menulis menjanjikan penghargaan (reward) yang kadang dapat membuat pelakunya (penulis) terbelalak matanya, bergetar seluruh tubuhnya serta terkejut di atas alam sadarnya. Munculnya sebuah penghargaan yang tak disangka-sangka datangnya dan dari siapa serta memicu suatu kekaguman yang terucap “kok bisa?” merupakan fenomena asing bagi seorang penulis pemula.
               Namun  dibalik pertanyaan, yang akan dapat terjawab setelah seorang penulis tersebut mengantongi jam terbang di atas hamparan wilayah menulisnya cukup, terselip adanya sebuah keyakinan bahwa ternyata menulis sebagai sebuah aktifitas berkarya  dapat membangkitkan, menggerakkan dan memancarkan sebuah kekuatan dahsyat yang bersemayam di dalam tubuh seseorang.
               Dahsyatnya “kekuatan” baru sebagai efek penyerta dari aktifitas menulis tersebut mampu menumbuhsuburkan semangat dan gairah baru bagi seorang penulis dalam mengarungi samudra kehidupan yang membentang di hadapannya, terutama semangat dan gairah untuk terus berkarya.

Memperkaya Wawasan
               Bagi seorang penulis, aktifitas menulis tak ubahnya kegiatan nyabu atau mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Keduanya memiliki pengaruh dahsyat baik pada fisik atau tubuh maupun kejiwaan pada sang pelaku, yaitu terjangkitnya sebuah situasi fisik dan kejiwaan yang ingin terus menerus melakukan aktifitasnya (adiktif). Tentu saja ketertagihan seorang penulis untuk terus menerus melakukan aktifitas menulisnya merupakan situasi fisik dan  kejiwaan yang sangat-sangat positif dan layak untuk terus digelorakan dan dikembangkan. Bahkan bila mampu dapat dijadikan sebagai sebuah profesi utama.
               Atas berkembangnya situasi tersebut, maka seorang penulis akan selalu berada dalam bara semangat yang berkobar-kobar dan tak berhasrat untuk menyurutkan, mengeleminasinya apalagi menyingkirkannya dari lingkup  wilayah kehidupannya. Hingga berbagai perjalanan fisik di atas hamparan karya-karya Tuhan ia lakukan. Begitu juga pengembaraan spirutual menyusuri alam khayalan dan logikanya digelarnya untuk   mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan yang terpendam di dasar kehidupan diri dan lingkungannya. Pengembaraan inilah  kemudian dapat memperkaya dirinya dengan berbagai macam fenomena kehidupan yang layak disebut sebagai ilmu-ilmu kehidupan baru. Mereka inilah kemudian memperpanjang deratan gambaran berbagai macam kejadian yang berisi pelajaran dan masalah serta  memperkaya rumus-rumus pemecahan masalah (problem solving) atas masalah-masalah tersebut. Jangkauan aktifitas dan nilai-nilai spiritual serta moralnya semakin luas dan bahkan mampu menembus batas-batas logika.


Menumbuhkan Optimisme
         Kekayaan moral spiritual yang bersemayam di atas hamparan ladang wawasan seorang penulis akan memberikan pengaruh yang luar biasa padanya. Khususnya dalam memperlakukan pengalaman masa lalu yang terjadi pada diri dan lingkungannya. Dan menapaki masa kini sebagai suatu kenyataan yang harus diterima dengan sikap arif dan bijaksana. Serta melakukan berbagai pertimbangan atas segala yang terjadi pada kedua bentang waktu tersebut sebagai dasar pertimbangan untuk melakukan kiat-kiat dalam memprediksi dan mempreparasi atas berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
               Kekayaan ini mampu memberikan kemantapan dan keindahan pola rasa, pola pikir dan pola wicara serta pola tindak pada seorang penulis. Hingga ia mampu tumbuh dan berkembang sebagai insan yang bisa memberikan kendali atas dirinya. Terkendalinya diri menjadi jaminan atas halusnya rasa, putihnya hati, sensitifnya pendengaran, tajamnya penglihatan, bijaksananya pengucapan, mantapnya langkah dan harumnya aroma tubuh serta berkembangnya empati diri terhadap lingkungannya.
               Hal ini dikarenakan bahwa hal-hal itulah yang selalu menjadi bahan kajian yang akan diangkat sebagai buah karya-karyanya. Dan dengan hal-hal itu pula seorang penulis melakukan aktifitas menulisnya. Itu semua akan selalu memberikan dan menciptakan situasi kejiwaan yang mapan dan paripurna. Sehingga seorang penulis selalu dalam kesadaran proporsional dalam menyikapi dan menapaki  perjalanan hidup dan kehidupan serta masalah-masalah yang mengiringinya, khususnya dalam melakukan interaksi di tengah-tengah masyarakat luas.
              

Memperindah Citra
               Langkanya penulis yang tumbuh di tengah-tengah publik, sebagai akibat minimnya kegiatan pelatihan dan kurangnya penyuluhan tentang manfaat yang dapat diraih dari kegiatan menulis dan prospeknya yang menjanjikan berbagai keindahan materi dan spritual bagi sang pelaku (penulis), menumbuhkan image pretisius dan mengangkat seorang penulis sebagai predikat yang eksklusif. Kesan eksklusifitas seorang penulis tidak dibangun oleh sang penulis sendiri. Seorang penulis tidak akan pernah berfikir untuk mentahtakan dirinya sebagai manusia yang lain dari pada yang lain. Baginya keindahan dan kebahagiaan adalah sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya karya-karya yang ia dapat suguhkan di hadapan publik. Predikat eksklusif dianugerahkan oleh individu-individu yang berada di sekitarnya, terutama yang berkepentingan atas ketrampilan menulisnya dan karya-karyanya.
               Masyarakat memandang seorang penulis sebagai suatu predikat yang memiliki tempat tersendiri. Dibandingkan dengan predikat lainya, seorang penulis memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang-orang lain. Hal ini terutama disebabkan oleh kesan sulitnya menyusun kalimat-kalimat hingga membentuk sebuah karya tulis yang mampu menumbuhkan berbagai macam perasaan masyarakat pembaca. Lebih dari itu aktifitas menulis dirasakan sebagai aktifitas yang membutuhkan ketrampilan khusus dan beberapa kemampuan, diantaranya keuketan diri, kemampuan berbahasa, ketajaman indrawi dan keindahan rasa.
               Atas dasar itulah, predikat sebagai seorang penulis akan terus menjadi sosok yang terancam sebagai sasaran masyarakat di sekitarnya untuk berbagai hal dan masalah yang sedang berkembang di halaman publik serta yang erat hubungan dengan aktifitas tulis menulis. Publik menganggap seorang penulis layak dijadikan tumpuan dan tempat bertanya atas berbagai hal.


Penutup
               Bagi seorang penulis, menulis bukan saja sebagai suatu aktifitas yang memiliki nilai kebanggaan dan keindahan diri tetapi juga merupakan sebuah jalur pengabdian diri sekaligus sebagai ungkapan rasa pertanggungjawabannya terhadap publik. Tentu saja hal ini ditumbuhkan oleh kesadarannya sebagai anggota masyarakat yang memiliki tugas untuk ikut serta melakukan tindakan edukasi terhadap masyarakat sebagai salah satu tugas bagi setiap anggota masyarakat.      
               Kesadaran atas tuntutan itulah yang selalu mengiringi aktifitas sebagai seorang penulis. Sehingga mampu mengobarkan semangat seorang penulis untuk eksis dalam jalur pengabdiannya  dan terus menurus berkarya. Eksistensi seorang penulis ditentukan oleh kreatifitas dalam karyanya. Dan proses kreatif itu adalah hidup. Maka hidup seorang penulis berwujud karya-karyanya. Matinya seorang penulis adalah matinya karya-karyanya.          
              



Tidak ada komentar: