Ruang Kelas,
Satu-Satunya
Tempat Belajar
Salah satu hal yang sangat mempengaruhi
laju peningkatan kualitas pendidikan nasional adalah harmonisasi dan
sinkronisasi antara rumah dan ruang kelas. Kedua
tempat, dimana para siswa melakukan kegiatan belajar, harus terpadu dan saling
melengkapi. Namun hal itu tidak terjadi pada para siswa yang orang tuanya
memiliki atensi rendah terhadap pendidikan anaknya. Rumah yang seharusnya
menjadi basis utama bagi proses pembelajaran mengalami distorsi. Sehingga
proses pembelajaran siswa hanya terjadi di ruang kelas. Namun, menyadari
sepenuhnya atas tugas dan kewajibannya sebagai harapan masyarakat membentuk
genarasi bangsa yang unggul, para guru tidak akan menyurutkan gelora
semangatnya.
Mungkin
karena adanya rasa tanggung jawab yang
tinggi terhadap publik atas peningkatan derajat kwalitas dan harapan
gemilangnya masa depan generasi bangsa ini, sehingga para guru selalu tidak mengekspresikan rasa
mengeluh secara terbuka ke halaman publik atas berbagai problematika yang kerap
ditemukan pada saat pelaksanaan proses pembelajaran di kelas. Hal ini tentu saja karena mereka tidak
menganggapnya sebagai problematika. Tetapi lebih tepat diapresiasi sebagai
wujud nyata dari dinamika edukatif yang sangat pantas untuk dinikmati sebagai
bagian dari pembelajaran Illahiyah yang diajarkan kepadanya.
Namun
demikian, para guru yang membina sekolah-sekolah swasta pinggiran selalu saja
dipusingkan oleh sikap sebagian besar
anak didiknya yang menjauhkan diri dari sikap
dan kegiatan yang bersifat edukatif. Ada sikap-sikap tertentu mengganggu
kenyamanan dan keindahan proses pembelajaran di kelas yang menunjukkan indikasi
adanya pembiasan proses tersebut di rumah. Indikasi tersebut memperjelas wujud
adanya penyimpangan komitmen antara sekolah/guru dan orang tua terhadap
kebersamaan untuk melakukan proses pembentukan kepribadian, penanaman dan
pengembangan etika, transfer ilmu pengetahuan serta berbagai elemen yang berada
di wilayah edukasi secara bersama-sama dan terpadu. Konvensi sosiologis telah menggariskan dan
membagi wilayah tugas. Guru melakukan tugas edukasinya di wilayah sekolah dan
orang tua melaksanakan kewajiban mendidik putra putrinya di rumah.
Rumah
sebagai tempat belajar agaknya tidak lagi berfungsi maksimal. Budaya belajarpun
semakin terkikis. Rumah kini telah berubah menjadi gedung film yang setiap saat
dapat menampilkan berbagai macam film
dan hiburan lainnya. Rumahpun telah berubah fungsinya menjadi hotel dan
penginapan yang hanya dijadikan tempat
untuk beristirahat dan melepaskan lelah.
Bapak
dan ibu tidak lagi mampu melaksanakan fungsi dan peranannya sebagai motivator
dan sekaligus edukator yang setiap saat dapat
memberikan dorongan semangat dan didikan bagi putra dan putrinya untuk
melakukan kegiatan belajar dan mengebangkan diri di rumah. Hal itu terjadi
sebagai akibat dari beberapa hal. Pertama, kesibukan orang tua mencari nafkah yang kerap kali dijadikan
kambing hitam untuk menguatkan alibi mengenai terlaksananya aktifitas perannya
pada misi edukasi terhadap putra putrinya. Kedua, interpretasi menyimpangnya
bahwa pendidikan adalah urusan guru di sekolah. Ketiga, ketidakmampuannya
mendampingi dan menyertai putra putrinya dalam mempelajari mata pelajaran.
Keempat, hancur dan porak porandanya hubungan dan komunikasi antara orang tua
dan putra putrinya.
Mau
tak mau, guru dan pihak sekolah harus menerima keadaan ini dengan ikhlas. Karena pihak sekolah dapat dipastikan
tidak memiliki daya dan kekuatan untuk melakukan tekanan (pressure) kepada orang tua. Keinginan guru dan pihak sekolah agar
orang tua mengubah pola pikir, pola
sikap dan pola perilakunya terhadap kegiatan atau proses pembelajaran di rumah
mungkin hanya sebatas angan dan sulit untuk diwujudkan. Maka tidak ada pilihan
lain kecuali guru dan pihak sekolah harus mendidik, mengajar dan melitih para
peserta didik sendirian di sekolah tanpa keikutsertaan orang tua di rumah.
Walau demikian, guru sebagai pejuang edukatif tidak akan pernah goyah dan
menyerah pada keadaan ini. Guru akan tetap tegar pada perjuangannya. Bersama
pemerintah, guru akan terus memantapkan langkah dan mengembangkan diri sebagai
pejuang-pejuang yang professional di bidang edukatif. Peningkatan kualitas dan profesionalisme
menjadi prioritas dalam setiap langkah dan aktifitasnya. Hingga masalah tersebut
tidak layak diposisikan sebagai hambatan dan gangguan yang mampu menggeser dan
menurunkan semangat guru untuk terus mendidik, mengajar dan melatih putra dan
putri generasi bangsa Indonesia.
Maka
para guru harus senantiasa berusaha mencari berbagai macam terobosan. dan
menggali berbagai kreatifitas untuk menciptakan ruang kelas menjadi sebuah
tempat belajar. Bahkan mampu mengubahnya menjadi ”istana” dimana anak didiknya
selalu memimpikan untuk senantiasa hadir di dalamnya.
Menghidupkan
suasana ruang kelas adalah kunci utama dari terciptanya kenyamanan dan
keindahan proses pembelajaran dengan cara mengembangkan kemampuannya dalam
bermain watak. Yaitu mampu menampilkan
diri pada berbagai karakter dan situasi yang berkembang. Mengembangkan rasa dan
sikap empati dan mendekatkan diri pada dunia anak didik baik secara fisik
maupun psikologis akan memungkinkan para siswa menemukan dan memahami bahwa
kehadiran seorang guru dapat membukakan jalan kemudahan dalam mempelajari
sesuatu dan memecahkan berbagai problematika yang dihadapi oleh para siswa.
Singkatnya
untuk menciptakan ruang kelas yang mampu menarik hati para siswa agar dapat
melakukan aktifitas berlajar secara maksimal, maka seorang guru harus selalu
berusaha untuk membebaskan diri dari berbagai interpretasi negatif terhadap
setiap aktifitas yang dilakukan oleh para siswanya dan menggantinya dengan
sikap yang simpati sebagai sosok manusia yang selalu diimpikan kehadirannya. Menempatkan
dirinya sebagai fasilitator/pemudah bagi para siswa adalah yang paling pantas
bagi guru. Keindahan profesi ini tentu saja terletak pada terciptanya kemudahan
bagi para anak didiknya.
Dengan
demikian, maka masalah kesulitan belajar siswa di rumah akan dapat diatasi. Dan
peranan rumah sebagai tempat belajar dapat diambil alih oleh sekolah/ruang
kelas dengan arahan dan bimbingan para guru yang memiliki apresiasi paripurna
terhadap pendidikan, anak didik dan peranan sekolah/ruang kelas sebagai
satu-satunya tempat belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar